Friday, August 12, 2011

Irit Belanja

Sungguh, akhir-akhir ini harga-harga berubah semua.  Sayangnya jarang yang berubah turun.  Kebanyakan berubah naik.  Dengan kenaikan gaji tiap tahun tidak sampai 20% sementara harga kebutuhan hidup seperti sekarang ini, ibu-ibu harus bisa akrobat mempertahankan dapur tetap ngebul sampai akhir bulan.  Aku ingat benar, dari harga beras mulai Rp. 3.000 an, sekarang sudah Rp. 8.000 an, gaji tidak banyak naiknya.  Bukannya tidak bersyukur, tapi inilah kenyataan.  Kami tetap bersyukur masih bisa beli beras.
Salah satu cara untuk bisa tetap menjangkau kebutuhan hidup, kalau dulu suka belanja di supermarket nan adem dan bersih, sekarang aku suka bergerilya ke toko-toko distributor bahan makanan.  Bandingannya, kalau beli eceran Rp. 1.000 di distributor bisa dapat harga Rp. 700 asal beli sepuluh.  Ok lah.  Jadilah, aku kalau belanja seperti orang kula'an atau buka toko kecil.  Beberapa barang aku beli dalam jumlah besar agar dapat harga lebih murah.  Itu berlaku untuk sampoo (aku beli rentengan sachet kecil-kecil), kopi isntan, minuman sereal, coklat bubuk siap minum sampai mie instan.  Semuanya pasti lebih murah dibanding kalau beli di super market.  Situasi belanja juga terasa lain, karena bareng-bareng antri dengan pengusaha kecil toko kelontong.  Sebuah pengalaman yang menyenangkan.  Kadang-kadang saja aku ke supermarket, karena di supermarket juga bisa memberi harga murah kalau lagi program diskon, kan?  Biasanya, minyak goreng dan bahan aneh-aneh seperti spagheti, nori, atau saus-saus 'aneh' lain yang jelas tidak ada di toko distributor terpaksa kucari di super market. 
Demikianlah, kisahku menghemat uang belanja.